Buku Laut Bercerita karya Leila S. Chudori yang mengambil sisi tabuh dari sebuah sejarah bangsa indonesia yang bertemakan historical. Liela S. Chudori penulis novel berkebangsaan Indonesia yang berprofesi sebagai wartawan di majalah Tempo. Leila menerbitkan buku ini pada tahun 2017 dengan jumlah halaman 394 halaman.
Dalam buku ini mengangkat berbagai tema seperti persahabatan, percintaan, kekeluargaan, dan rasa kehilangan yang mendalam. Buku ini menceritakan tentang kehidupan sekelompok mahasiswa yang juga aktivis yang memperjuangkan demokrasi indonesia di tahun 1998. Dengan berlatarkan tahun 90-an, novel ini mampu membius para pembaca untuk menerobos ruang masalalu sehingga para pembaca dapat merasakan peristiwa yang terjadi di masalalu.
Sinopsis buku ini menceritakan terkait perilaku kekejaman dan kebengisan yang dirasakan oleh kelompok aktivis mahasiswa di masa Orde Baru. Tidak hanya itu, novel ini pun merenungkan kembali akan hilangnya 13 aktivis, bahkan sampai saat ini belum juga ada yang mendapatkan petunjuknya. Cerita dalam buku Laut Bercerita terbagi menjadi dua bagian dengan jarak waktu yang jauh berbeda.
Adapun bagian pertama diceritakan melalui sudut pandang tokoh bernama Biru Laut beserta para kawan sesama aktivisnya seraya menyelesaikan visi atau tujuan mereka. Sementara pada bagian kedua, kisahnya di ambil dari sudut pandang Asmara Jati, adik dari Laut yang mempunyai tujuan atau visi yang cenderung berlainan dengan Laut.
Singkatnya, Laut diringkus lagi oleh sekelompok orang yang tidak dikenal, tepatnya tanggal 13 Maret 1998. Semenjak mereka menjadi buronan di tahun 1996 sebab organisasi Winatra dan Wirasena dikatakan berbahaya bagi pemerintah kemudian Sunu, Mas Gala, dan Narendra secara tiba-tiba hilang. Kemudian, lambat laun beberapa rekan-rekan yang lain pun hilang entah ke mana. Lalu, sekarang Laut disusul oleh Alex dan Daniel yang menghilang. Saat penculikan dan penyekapan itu, mereka memperoleh siksaan yang sangat tidak manusiawi, bisa dikatakan sangat sadis dan biadab. Mereka semua dipukuli, disiram dengan air es, disetrum, digantung dengan kaki yang berada di atas dan kepala berada di bawah, ditelentangkan di atas batangan es yang sangat dingin, serta penyiksaan lainnya.
Sedangkan pada bagian kedua Asmara, adik dari Laut yang menjadi sudut pandang ceritanya. Asmara dengan Laut, mereka memiliki visi yang saling berjauhan yang mana adiknya lebih menaruh minat pada bidang sains, sementara Laut cenderung bidang sastra. Pada bagian kedua ini, berawal dari tahun 2000, tepat dua tahun sudah Laut beserta 13 temannya menghilang entah ke mana.
Pada babak ini rasa perih yang hadir bukan lagi karena gambaran penyiksaan yang dirasakan oleh Laut, melainkan berasal dari narasi kehilangan yang dirasakan oleh Keluarga Biru Laut, keluarga teman-teman dan bahkan Anjani ketika Laut dan para aktivis lain mulai hilang Jejak.
Rasa sakit dan kehilangan tersebut harus dirasakan oleh Asmara Jati. Ia melihat bagaimana orang-orang disekitarnya yaitu orang tuanya, teman-teman Laut yang bebas juga mengalami keterpurukan dan harus terkungkung dalam dunia seolah Laut dan yang lainnya masih baik-baik saja.
“Matilah engkau mati”
“Engkau akan lahir berkali-kali”
Leila S. Chudori selaku penulis buku telah berhasil menetapkan tema dalam novel ini. Tema yang diusungnya mengenai kemanusiaan pada era Orde Baru yang mana sepantasnya novel ini memperoleh predikat sebagai novel dengan genre historical fiction terbaik.
Visualisasi karakter dan suasana dalam novel ini tampak sungguhan alias nyata. Terlebih, bagian di mana Laut beserta teman-temannya disiksa dan diperlakukan tidak manusiawi. Lalu, hal yang terpenting adalah novel ini berdasarkan kisah nyata pengalaman dari para aktivis yang sempat hilang dan diculik pada Maret tahun 1998 lalu, kemudian 9 berhasil kembali dan 13 lainnya dinyatakan hilang.