Rindu merupakan sebuah novel karya Tere Liye yang diterbitkan pada tahun 2014. Rindu menceritakan kisah perjalanan sebuah kapal uap yang mengangkut jamaah haji dari pelabuhan Makassar. Latar waktu pada novel ini terjadi pada tahun 1938. Novel ini menceritakan tentang kehidupan di atas kapal, keseharian para jamaah haji karena perjalanan dari Makassar ke Mekkah membutuhkan waktu selama berbulan-bulan. Kapal uap yang mengangkut mereka itu bernama Blitar Holland.
Cerita dalam novel Rindu dibuka dengan penggalan sejarah yang berkisar pada tahun 1938 dengan lokasi Pelabuhan Makassar menggunakan kapal uap kargo terbesar di masa itu dengan nama kapal Blitar Holland milik Belanda. Perjalanan ini telah lama ditunggu oleh masyarakat se-Nusantara. Mampu melaksanakan ibadah haji dalam upaya menyempurnakan Rukun Islam kelima. Pada saat kondisi itu sangat mengerikan karena di tengah peliknya suasana Perang Dunia II.
Pada novel ini juga menceritakan mengenai suatu ketidakadilan. Pemerintah Hindia Belanda mengawasi dengan ketat perjalanan menuju Mekkah. Tampak sekali perbedaan perlakuan yang diberikan oleh petinggi Belanda kepada kaum buruh dan ulama. Dua golongan ini biasanya akan dihujani dengan hinaan dan selalu dicurigai. Seperti perlakuan Belanda yang mengatur persiapan keberangkatan kaum buruh dengan dibentak-bentak dan diperintah dengan kasar. Demikian juga dengan seorang ulama yang dipanggil dengan Gurtta Ahmad Karaeng. Seluruh bawaannya diperiksa. Buku-buku yang dibawanya juga diperintahkan untuk dimusnahkan.
Berawal dari kisah tersebut muncul konflik-konflik yang dibungkus sedemikian rupa sehingga dapat menggugah emosi para pembaca. Mulai dari konflik antara Serdadu Belanda dan Gurutta. Sejak awal, Serdadu Belanda memang tidak suka dengan Gurutta, sepanjang perjalanan kapal haji itu, para Serdadu Belanda selalu mengawasi gerak-gerik Gurutta. Mereka takut Gurutta akan mendoktrin para penumpang dengan hal yang berbau kemerdekaan Indonesia. Hingga pada akhirnya Serdadu Belanda itu menyita hasil tulisan Gurutta yang berjudul “Kemerdekaan Adalah Hak Segala Bangsa.” Karena hal itulah Gurutta di penjara di bawah kapal. Selain itu, ada juga kejadian yang menguras air mata. Salah satunya, mengenai kisah cinta Mbah Kakung dan Mbah Putri. Mengisahkan mengenai Mbah Putri meninggal dunia di atas kapal. Mbah Putri pun dimakamkan di laut, karena perjalanan mereka berada di atas laut. Maka, jika ada yang meninggal akan disemayamkan atau dilepaskan di laut lepas begitu saja.
Secara keseluruhan review mengenai buku ini sangat menarik. Ada beberapa kisah yang sangat menyayat hati. Selain itu, konflik pada cerita ini sangat menguras emosi jengkel pembaca. Banyak pesan yang disampaikan oleh penulis tersampaikan dengan sangat baik. Serta, kisah cerita yang cukup unik mengenai perjalanan di atas kapal. Pantas memang novel ini mendapatkan gelar buku islami kategori fiksi dewasa terbaik tahun 2015, pada Islamic Book Award.